A. Latar Belakang
pengadaan koleksi |
Banyaknya jenis dan jumlah
bahan pustaka menjadi sebuah tantangan bagi pustakawan untuk bisa memilih bahan
pustaka yang cocok dan memenuhi kebutuhan pemakaiannya. Tidak mungkin sebuah
perpustakaan koleksi yang tersedia jauh tidak tersentuh dari pengguna karena
terjadi benturan antara pengetahuan masyarakat dengan koleksi yang tersedia di
perpustakaan (tidak sinkron).
Ada empat jenis bahan pustaka
yang tercakup dalam koleksi perpustakaan yang wajib dimiliki oleh setiap
perpustakaan yaitu: Karya cetak, Karya non cetak, Bentuk mikro, dan Karya dalam
bentuk elektronik. (Sulistyo, 1991: 15)
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bahan Pustaka
Bahan
pustaka adalah bagian dari koleksi perpustakaan yang
ada di perpustakaan. Menurut Yulilia (1995: 3) Bahan
pustaka adalah kitab, buku. Sedangkan menurut Bafadal (2001: 24) menyatakan bahwa
bahan pustaka adalah salah satu koleksi perpustakaan yang berupa karya cetak
seperti buku teks (buku pengunjung), buku fisik, dan buku referensi yang
dikumpulkan, diolah dan disimpan untuk di sajikan kepada pengguna untuk
memenuhi kebutuhan informasi.
Untuk
setiap bahan pustaka yang ada diperpustakaan perguruan tinggi harus sesuai
dengan kebutuhan setiap program studi yang ada diperguruan
tinggi tempat perpustakaan itu berada, sehingga koleksi tersebut
dapat dipergunakan untuk membantu pengguna dalam proses belajar mengajar.
Perpustakaan
perguruan tinggi akan dapat memenuhi fungsinya dengan baik bila jenis dan mutu
bahan yang disediakan baik. Kumpulan bahan pustaka yang terdapat di
perpustakaan dikenal dengan istilah koleksi perpustakaan.
B.
B. Pengadaan Bahan Pustaka
Pengadaan
bahan pustaka adalah salah satu dari kegiatan pelayanan teknis pada suatu
perpustakaan dalam usaha untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh para
pengguna sesuai dengan perkembangan zaman. Melalui kegiatan pengadaan bahan
pustaka tersebut, perpustakaan berusaha menghimpun bahan pustaka yang akan
dijadikan koleksi perpustakaan baik itu koleksi seperti buku, majalah, jurnal,
surat kabar, brosur dan koleksi non cetak seperti kaset, audio visual,
mikrofilm, mikrofis, piringan hitam, video kaset, CD-ROM dan lain-lain.
Menurut
Sutarno (2006: 174) Pengadaan atau akuisisi koleksi bahan pustaka merupakan
proses awal dalam mengisi perpustakaan dengan sumber-sumber informasi.
Beberapa pengertian
pengadaan yang dikemukakan oleh para ahli antara lain:
1. Menurut
pendapat Sumantri, (2002: 29) Pengadaan bahan pustaka atau koleksi adalah
proses menghimpun dan menyeleksi bahan pustaka yang akan dijadikan koleksi,
hendaknya koleksi harus relevan dengan minat dan kebutuhan peminjam serta
lengkap dan aktual.
2. Menurut
Darmono, (2001: 57) Pengadaan bahan pustaka merupakan rangkain dari kebijakan
pengembangan koleksi akhirnya akan bermuara pada kegiatan pengadaan bahan
pustaka.
3. Menurut
Sulistyo-Basuki (2001:27) pengadan bahan pustaka merupakan konsep yang mengacu
kepada prosedur sesudah kegiatan pemilihan untuk memperoleh dokumen, yang
digunakan untuk menggembangkan dan membina koleksi atau himpunan dokemun yang
diperukan untuk memenuhi kebutuhan informasi serta mencapai
sasaran unit informasi.
Dari
beberapa pengertian pengadaan bahan pustaka yang dikemukan oleh para ahli
diatas dapat kami simpulkan bahwa pengadaan bahan pustaka adalah rangkaian
kegiatan untuk menghimpun dan menyeleksi bahan pustaka yang sekaligus
berdasarkan peraturan kebijakan pengadaan bahan pustaka sehingga
dapat memenuhi bahan pustaka yang diminati oleh penggujungnya.
Pengadaan
bahan pustaka adalah upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas bahan pustaka.
Upaya peningkatan kualitas bahan pustaka dilakukan dengan mengadakan bahan
pustaka yang belum dimiliki atau yang terbaru sesuai dengan perkembangan ilmu,
pengetahuan, dan teknologi, Sebaliknya peningkatan kuantitas bahan pustaka
adalah upaya peningkatan jumlah bahan pustaka agar kebutuhan warga sekolah dapat
dipenuhi.
Adapun beberapa
metode dalam pengadaan bahan pustaka adalah sebagai berikut :
1.
Pembelian, untuk
meringankan biaya pembelian, kita bisa melakukan pembelian di bursa buku-buku
bekas atau menelusuri pameran-pameran buku karena pameran buku biasanya
memberikan diskon besar-besaran, kesempatan seperti ini harus dimanfaatkan
sebaik-baiknya bagi pengelola perpustakaan.
2.
Tukar-menukar, kita
bisa melakukan kerja sama dengan perpustakaan yang lain dengan tukar-menukar
koleksi dengan cara peminjaman jangka panjang. Sehingga pemustaka bisa
memanfaatkan koleksi dari perpustakaan yang lain.
3.
Hadiah, untuk
mendapatkan buku secara cuma-cuma/ hadiah, maka perpustakaan dan pustakawan
harus pro aktif bekerja sama dalam mencari unit kerja atau instansi atau LSM
mana yang dapat menghadiahkan buku-bukunya bagi keperluan perpustakaan.
Pendekatan ini sangat diperlukan, karena dengan adanya permohonan yang resmi
dari pejabat perpustakaan akan memudahkan proses pustakawan dalam memperoleh
buku-buku yang di perlukan perpustakaan secara cuma-cuma.
4.
Sumbangan,
perpustakaan dan pustakawan harus pro aktif mencari perpustakaan yang akan
mengadakan penyiangan koleksi,
sehingga bisa membuat permohonan buku-buku hasil penyiangan tersebut bisa
disumbangkan dan dimanfaatkan oleh perpustakaan kita.
5. Kerjasama,
kita bisa mendapatkan bahan pustaka dengan melakukan kerjasama, misalnya dengan
penerbit dan penulis dengan mendapatkan harga buku-buku yang
serendah-rendahnya dengan kualitas yang sama dengan buku yang bagus dan mahal.
6.
Terbitan Sendiri, metode pengadaan koleksi yang terakhir
adalah dengan memproduksi sendiri koleksi perpustakaan. Contoh kongkrit dari
metode pengadaan ini antara lain adalah kliping atau karya tulis yang
dihasilkan oleh pustakawan, siswa dan guru yang kemudian dihimpun menjadi
koleksi perpustakaan
C. Pengadaan Koleksi Dalam Sistem Jaringan
Sistem jaringan kerjasama perpustakaan
yang digagas pada tahun 1971, bertolak dari kemiskinan koleksi perpustakaan
penelitian atau perpustakaan khusus di Indonesia. Miskinnya koleksi disebabkan
tidak adanya atau sangat terbatasnya dana untuk pembelian buku dan langganan
majalah ilmiah. Oleh sebab itu muncul gagasan kerjasama pemanfaatan bersama
koleksi dalam suatu system jaringan.
Berhubung mahalnya langganan majalah ilmiah
maka ada kesepakan agar tidak terjadi duplikasi dalam melanggan majalah ilmiah.
Majalah yang ada hendaknya dapat dipakai bersama dengan layanan fotokopi. Untuk
itu perlu ada katalog induk majalah agar masing-msing perpustakaan dapat
mengetahui di mana majalah ilmiah dilanggan disertai dengan nomor-nomor yang
dimiliki.
Sejak itu ada semangat besar untuk
menghindari duplikasi langganan majalah. Nampaknya semangat ini kebablasan,
sehingga diterapkan untuk kebijakan pembelian buku. Seakan menjadi tujuan atau
kebijakan utama pengadaan koleksi perpustakaan untuk menghindari
duplikasi.pembelian dimanfaatkan pihak otoritas penganggaran, sehingga pelit
dalam mengalokasikan dana pembelian koleksi.
Alasannya untuk menghindari duplikasi
sebenarnya tidak sepenuhnya benar. Karena pada dasarnya selalu ada kemungkinan
untuk membeli lebih dari satu kopi. Semua ini tergantung dari frekuensi
pemakaiannya.pada tingkat tertentu justru perlu membeli atau melanggan kopi
kedua.
Selanjutnya perkembangan kerjasama
system jaringan seakan menjadi konsep mencegah duplikasi dan membuat katalog
induk. Namun dalam kondisi sekarang saat internet sudah menjadi bagian utama
suatu perpustakaan. Konsep yang sudah berusia 34 tahun itu perlu
dipertimbangkan lagi, apakah masih cocok dengan kondisi sekarang.
Saat sekarang perpustakaan berkembang
dengan kecepatan masing-masing. Sesuai dengan system menajemen yang diterapkan.
Sumber informasi yang diterapkan makin beragam dan mudah diakses melalui
jaringan internet. Pada tahun 1996 setelah berkenalan dan memkai internet selama kurang lebih enam
bulan, penulis mengatakan kepada temen-temen di PDII bahwa pada dasarnya 75 %
informasi yang diperlukan penggunaan dapat diperoleh gratis dari internet.
Kondisi tersebut hanya dapat terjadi dengan mengubah pola pelayanan
perpustakaan. Bagi perpustakaan khusus menjawab pertanyaan pemakai tidak selalu
harus memberikan dokumen seperti apa yang diminta pemakai. Pendekatannya adalah
subyek atau topik yang diperlukan pemakai yang tersedia di internet. Kalaupun
dokumen lengkapnya tidak tersedia on-line, namun dapat diidentifikasi
pengarangnya atau pakarnya yang kebanyakan memiliki alamay e-mail.
Bagi peneliti justru berhubungan dengan
pakar atau pengarang ini lebih penting dari pada sekedar membaca artikelnya.
Dengan adanya internet terjadi pergeseran pola pelayanan kepada peneliti. Dari
memberikan dokumen seperti apa yang diminta , menghubungkan peneliti kepada
sumber informasi yang diperlukan. Sumber informasi yang lebih utama adalah
pakar atau orang yang dapat berhubungan melalui e-mail.
Dengan pergeseran pola layanan tersebut
tentu akan mempengaruhi kebijakan dan praktik pengadaan bahan pustaka bagi
perpustakaan penelitian atau perpustakaan khusus. Namun pertanyaannya, apakah
kebijakan dan praktik pengadaan pustaka pada perpustakaan penelitian atau
perpustakaan khusus telah mengikuti
perubahan keadaan itu ? jawab atas pertanyaan ini tentu dapat
didiskusikan dalam penemuan ini.
Karena terdapat berbagai jenis
perpustakaan, terus setiap jenis perpustakaan akan memiliki kebijakan dan
praktik yang dapat berbeda. Namun bagi perpustakaan dalam lembaga pemerintah
ada baiknya melihat kembali tugas seperti yang disebut dalam peraturan Presiden
nomor 20 tahun 1961.
Berikut kutipan tugas perpustakaan
dalam lembaga pemerintah yang terkait dengan kebijakan pengadaan pustaka
TENTANG PERPUSTAKAAN
Pasal 8
1.
Tugas kewajiban perpustakaan ialah
mengumpulkan, menyusun dan memelihara buku-buku dan dokumen-dokumen pustaka
dengan maksud menyediakannya bagi keperluan pengethuan, penyelidikan,
pengajaran dan keperluan-keperluan lain yang sejenis.
2.
Bahan-bahan perpustakaan sebagai
dimaksudkan pada ayat (1) diperoleh dengan jalan membeli dan menukar, begitu
pula dengan jalan mengusahakan untuk mendapatkannya dengan Cuma-Cuma dari manapun
dan dari siapapun juga.
Pasal
9
1.
Dalam masing-masing Departemen, Jabatan dan
badan Pemerintah lainnya dapat didakan bagian perpustakaan, dengan tugas :
a.
Melaksanakan usaha-usaha yang dimaksudkan
dalam pasal 8 ayat (1) yang khusus berhubungan dengan tugas kewajiban dan
lapangan pekerjaan Departemen, Jawatan dan Badan Pemerintah lainnya yang
bersangkutan dan untuk digunakan bagi keperluan dalam lingkungan dinasnya
sendiri.
b.
Mengumpulkan semua jenis penerbitan dinas
masing-masing.
c.
Menyelenggarakan kerja sama dan tukar
menukar yang bersifat antar perpustakaan.
d.
Menggandakan hubungan dan kerja sama dengan
siapapun juga untuk keperluan penyempurnaan perpustakaan.
Diduga bahwa tidak
semua pustakawan menyadari bahwa ada peraturan Presiden ini. Banyak
perpustakaan instansi pemerintah melupakan pasal 9, butir (1) huruf b, yaitu mengumpulkan semua jenis penerbitan dinas
masing-masing.bagi kebanyakan perpustakaan apabila berbicara tentang fungsi
pengadaan bahan pustaka selalu berorientasi atas permintaan dana untuk membeli
buku dan melupakan ketentuan diatas. Padahal ketentuan ini ini sangat erat
kaitannya dengan undang-undang serah simpan karya cetak dan rekam.
Kini literatur tidak
saja dalam bentuk cetak namun juga tersedia dalam media lain maupun yang
bersifat digital atau elektronik.
Hendaknya kebijakan pengadaan harus mencakup semua jenis media informasi
tersebut,termasuk kebijakan dalam melanggankan jurnal dan pangkalan data
on-line. Secara garis besar berikut adalah pokok terpenting dalam kebijakan
pengadaan pustaka dalam sistem jaringan :
1.
Awal dari pengadaan pustaka adalah dengan
mengumpulkan semua publikasi instansi sendiri baik dala bentuk cetk maupun
dalam bentuk lain seperti elektronik maupun digital. Harus dikumpulkan juga
semua “gray literture” yang muncul dalam lembaga sendiri.
2.
Semua pengadaan bahan pustaka dari luar
selanjutnya adalah pada pustaka yang memang diperlukan oleh pemangku
kepentingan (stake bolder).
a.
Dalam perpustakaan penelitian pemangku
kepentingan adalah peneliti.
b.
Dalam perpustakaan perguruan tinggi adalah
sivitas akademika.
c.
Dalam perpustakaan sekolah adalah pengajar
dan pelajar.
d.
Dalam perpustakaan umum adalah masyarakat
luas.
e.
Perpustakaan Nasional hendaknya menjadi
benteng terakhir dari kebutuhan nasional.
3.
Sistem jaringan hendaknya dalam bersama
merancang sistem pembelian yang memungkinkan perpustakaan anggota mendapatkan
harga seekonomis mungkin.
4.
Semua koleksi hendaknya dikelola menuju
pengelolaan berkomputer dalam suatu sistem basis data. Format basis data lokal
ditentukan oleh masing-masing perpustakaan sesuai dengan kemampuan.
5.
Semua anggota jaringan hendaknya membuka
basis data untuk dapat diakses oleh anggota lainnya melalui internet.
6.
Dalam hal ini perlu disepakati format
komunikasi tertentu. Dengan demikian secara nyata akan terbangun katalog induk
on-line yang akan berguna bagi semua anggota jaringan.
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Pada prinsipnya pengadaan bahan pustaka di
setiap perpustakaan merupakan salah satu bagian dari pekerjaan perpustakaan
yang mempunyai tugas mengadakan dan mengembangkan koleksi-koleksi yang
menghimpun informasi dalam segala macam bentuk, seperti buku, majalah, brosur,
tukar menukar maupun pembelian.
2.
Cara pengadaan itu terdiri dari:
·
Pembelian
·
Tukar-menukar
·
Hadiah
·
Sumbangan
·
Kerja sama
·
Terbitan
3.
Sistem jaringan dalam pengadaan koleksi
merupakan sistem jaringan yang meliputi kerja sama perpustakaan dalam hal
pemanfaatan koleksi secara bersama
DAFTAR PUSTAKA
Sudarsono, Blasius, 2006, Antalogi Kepustakawanan Indonesia,Jakarta,
Sagung Seto
http://www.bpkp.go.id/pustakabpkp/index.php?p=pengadaanbahanperpus,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar